09 Desember 2008

Perpustakaan, perlukah berganti istilah ?

Oleh Romi Febriyanto Saputro

Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Pustaka dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti kitab atau buku. Jadi, perpustakaan berarti tentang atau yang menyangkut buku.
Dalam bahasa Inggris dikenal istilah library, yang berasal dari bahasa latin liber atau libri yang berarti buku. Bahasa Belanda menyebutnya dengan istilah bibliotheek, bahasa Jerman bibliothek, bahasa Perancis bibliotheque dan bahasa Spanyol bibliotheca. Istilah-istilah itu berasal dari bahasa Yunani biblia yang berarti buku maupun kitab.
Menurut Kep. Menpan Nomor 132/KEP/M.PAN/2002, perpustakaan adalah unit kerja yang memiliki sumber daya manusia, ruangan khusus, dan koleksi bahan pustaka sekurang-kurangnya terdiri dari 1.000 judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis perpustakaan yang bersangkutan dan dikelola menurut sistem tertentu.
Sulistyo-Basuki (1991) mendefinisikan perpustakaan sebagai sebuah ruangan, bagian sebuah gedung atau gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu utnuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual.
International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA) mengartikan perpustakaan sebagai kumpulan materi tercetak dan media non cetak dan atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematik untuk digunakan pemakai.
Webster’s Third Edition International Dictionary, menyebutkan bahwa perpustakaan merupakan kumpulan buku, manuskrip, dan bahan pustaka lainnya yang digunakan untuk keperluan studi atau bacaan, kenyamanan atau kesenangan.
Di tanah air, perpustakaan masih belum memperoleh kedudukan yang terhormat. Padahal peran perpustakaan sangat penting guna meningkatkan minat baca masyarakat.
Pemerintah baru sebatas meninabobokkan perpustakaan dengan berbagai macam gerakan. Pemerintahan orde baru mencanangkan hari kunjung perpustakaan, pemerintahan Megawati mencanangkan Gerakan Membaca Nasional (12 November 2003), dan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan di Masyarakat (17 Mei 2006).
Berbagai gerakan tersebut terbukti mandul di lapangan. Nasib berbagai jenis perpustakaan tidak banyak mengalami perubahan. Perpustakaan sekolah masih diabaikan oleh kepala sekolah, perpustakaan desa dilalaikan oleh kades/lurah, perpustakaan kecamatan dilupakan oleh camat, perpustakaan umum kabupaten/kota dipinggirkan oleh bupati/walikota, dan perpustakaan perguruan tinggi dinomorduakan oleh rektor.
Perpustakaan seolah-olah merupakan istilah yang paling tidak menarik perhatian para penguasa. Mungkin istilah perpustakaan perlu diganti dengan istilah lain yang lebih menarik perhatian para penguasa tadi. Misalnya : pusat ilmu pengetahuan, rumah pengetahuan, rumah belajar modern maupun istana pengetahuan.
Penggantian istilah ini cukup penting. Mengapa ? Karena karakteristik penguasa kita biasanya menyukai istilah-istilah yang terdengar lebih “bombastis” meskipun hakekatnya sama saja. Buktinya, penguasa lebih suka menyebut keluarga miskin dengan istilah keluarga pra sejahtera.

Tidak ada komentar: