10 Desember 2008

Membaca Buku di Atas Perahu

Oleh Mohamad Ali Hisyam*

Unik nian terobosan yang dilakukan pemerintah Batola, satu daerah kabupaten di Kalimantan Selatan. Wilayah yang terletak di pelosok Borneo itu jarang sekali namanya disebut orang dan mampir di telinga kita. Memanfaatkan potensi alam yang dimiliki, Pemda Batola baru-baru ini merilis program sekolah antarjemput dengan menggunakan perahu. Sungai Barito yang mengular di sepanjang kawasan tersebut dan selama ini menjadi urat nadi kehidupan masyarakat setempat kemudian menjadi rute utama pelayaran ''sekolah perahu'' tersebut.

Program ini dikhususkan bagi mereka yang terputus paksa atau sama sekali tak pernah berkesempatan mencicipi bangku sekolah. Istilah kerennya, sekolah kejar paket. Sebuah perahu motor besar terbuat dari kayu Kalimantan disediakan. Di ruang atas khusus untuk kelas. Sedangkan di lantai bawah tersedia perpustakaan dengan aneka buku dan dilengkapi fasilitas komputer serta internet. Di luar ruangan kita bisa menggunakan teras perahu untuk sekadar rehat meluruskan kaki sembari menikmati pemandangan di pinggir sungai.

Hal positif dan bernuansa baru yang dapat dibaca dari program ini adalah kejelian Pemda Batola dalam memanfaatkan potensi kekayaan alam sebagai sarana rekreasi dan pendidikan yang jauh dari membosankan. Barangkali nyaris tak terbayangkan bagaimana sekumpulan anak saban hari bersekolah dan menikmati aneka bacaan dalam perpustakaan di atas perahu yang berjalan menyusuri arus Sungai Barito. Sungguh akan menghadirkan nuansa kesenangan dan sensasi tersendiri. Apalagi bagi masyarakat pegunungan yang amat jarang bersentuhan langsung dengan lingkungan sungai.

Selama ini aktivitas membaca lazimnya dilakukan di ruangan yang tak bergerak. Hanya di atas tumpangan barangkali seseorang akan membaca sambil terguncang badannya mengikuti laju kendaraan. Dan, perahu adalah satu dari sekian moda transportasi yang menawarkan kenyamanan bagi penumpangnya. Ada perasaan rileks dan tenang yang menyergap manakala kita menaiki perahu. Gemeriak aliran sungai serta kesiur angin akan menjadi musik alami yang mampu membuat penumpangnya mendapatkan suasana nyaman dan teduh serta merangsang imajinasi.

Kita tak harus selalu mengamini anjuran Bobbi De Porter atau Mike Hernacki yang menyarankan untuk membaca dengan posisi tegak dan minim gerak. Hempasan halus arus sungai yang menggoyang badan perahu justru mengantar pembaca buku menuju keterbuaian yang nikmat. Jika meminjam istilah Muhammad Yulius, melakukan perjalanan dengan perahu mampu menawarkan alternatif audio yang lebih memungkinkan fokus pendengaran menjadi lebih hening. Apalagi bentuk buku yang portable serta mudah dibawa dapat mengendapkan kenangan interaksi intelektual yang tak gampang lekang.

Sungguh pantas disyukuri negeri ini dikelilingi gugusan pulau-pulau indah dengan liukan seribu sungai di atasnya. Niscaya jika hal semacam ini dimanfaatkan secara optimal ia akan menjadi objek wisata yang menjanjikan. Boleh saja kita membayangkan di Nusantara ini ada daerah seperti Venezia di Italia yang terkenal dengan wisata sungainya. Di Kota Cinta itu pelancong dimanjakan dengan Gandola (sampan khas Venezia) yang siap mengantar penumpang menyusuri jernihnya sungai yang membelah kota. Begitu pula di Mesir dengan bentangan Sungai Nil-nya yang mengagumkan.

Sekali lagi, perpustakaan di atas perahu, walaupun mungkin ada di banyak tempat lain, tetaplah menyajikan pemandangan yang langka. Terlebih di Indonesia dengan dinamika dunia literasi yang garing dan miskin kreasi. Tak terlampau salah kiranya jika salah seorang pengamat perbukuan pernah mengibaratkan perpustakaan sebagai ''ruang tersunyi''. Dan, aktivitas membaca tak ubahnya sebuah persembunyian paling senyap ketika seseorang sudi berdialog dengan semesta ide. Seramai dan seriuh apa pun isi sebuah buku serta segaduh apa pun kecamuk pikiran di kepala seseorang, ia tetap akan tersudut pada suasana sunyi yang menyelimuti buku dan perpustakaan.

Tentu tak semua daerah bisa menyediakan perpustakaan di atas air seperti di Batola. Namun, dari sekian wilayah di Nusantara, tak sedikit yang memiliki sungai yang cukup representatif untuk dijadikan objek wisata. Katakanlah ini semacam wisata literer. Keliling kota sambil membaca buku di atas perahu. Dalam bingkai pendidikan, upaya ini dapat digolongkan sebagai kreasi media pembelajaran dalam wujudnya yang asyik dan rekreatif.

Paling tidak, jika sejumlah kota besar yang dilalui arus sungai seperti Batola menduplikasi program ini, akan lahir beberapa manfaat langsung maupun tak langsung. Antara lain berupa suguhan alternatif pola dan media pembelajaran yang baru dan jauh dari monoton. Dalam perspektif lingkungan, pemerintah (dinas lingkungan hidup dan tata kota) mau tak mau akan selalu berusaha menjaga kebersihan dan keasrian sungai. Sehingga daerah aliran sungai menjadi bersih, lingkungan tak tercemar, warga senang, dan wisatawan pun bakal berdatangan.

Di tengah mulai diminatinya pustaka genre travelling oleh pasar buku saat ini, fenomena yang disodorkan Pemda Batola itu sangat inspiratif dan menggugah. Dalam tilikan historis, banyak pengelana di Nusantara yang mengabadikan perjalanan dan ketertarikan mereka pada alam lewat tulisan di buku perjalanan. Prabu Jaya Pakuan (Padjajaran) menulis Naskah Bujangga Manik yang antara lain berkisah tentang keterpukauan sang prabu pada kemolekan Sungai Cisokan di Jawa Barat.

Yang pasti, panorama perbukuan Batola serta-merta mengingatkan saya pada sepenggal sajak yang pernah ditulis Hasan Aspahani bertajuk Perahu Buku. Puisi yang dipersembahkan khusus untuk penyair Sitok Srengenge itu antara lain berbunyi:

Rumahmu danau yang tenang, perahuku tertidur/ditimang ombak mungil yang mahir menembang/Aku dan perahuku berpelukan, bulan menyaksikan/ia cemas bertanya, ''kau tak mabuk-arak, bukan?''/Menjelang pagi, ada cahaya dari dasar danaumu/aku bertanya, kenapa matahari terbit dari situ?/Ada perahu muncul dari goa-kabut itu, penuh buku/aku menduga kau mengirimnya untuk menjemputku...(*)

*) Mohamad Ali Hisyam, pengajar di Universitas Trunojoyo, Madura
Sumber : Jawa Pos, 16 November 2008

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Alurnya mirip disway, akan bagus jika di Repositorikan