JAKARTA--MI: Sebanyak 53% pelanggan seluler menilai bahwa iklan tarif operator telekomunikasi menjebak dan tidak memiliki nilai edukasi bagi konsumen.
Demikian hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Information Communication Telecommunication (ICT Watch), dipublikasikan di Jakarta, Kamis (3/4).
Menurut jajak pendapat atas 4.888 responden periode 13 Maret-30 Maret 2008, sebanyak 53% mempersepsikan bahwa iklan seluler menjebak, dan 29,09% membingungkan.
Menanggapi hasil jajak pendapat tersebut, Ketua Mastel Mas Wigrantoro mengatakan, iklan tarif operator cenderung tidak mendidik. "Penyajian tarif murah dalam iklan belum menunjukkan tarif yang sesungguhnya, tetapi hanya sekadar perang iklan belaka," katanya.
Latar belakang pendidikan responden jajak pendapat yang dilakukan melalui media internet tersebut terdiri atas 15,64% berpendidikan SMA, 18,35% (D3), 58,87% (S1), dan 7,14% (S2-S3).
Belakangan iklan tarif antar operator telekomunikasi makin meruncing dan cenderung saling menjatuhkan dengan mengimingi-iming tarif termurah, bahkan ada yang mengiming-imingi tarif Rp0,0000000..1 pada pemakaian tertentu.
Terkait perang iklan antaroperator tersebut, sebanyak 42,37% menyatakan membodohi konsumen, 38,39% menganggap berlebihan, dan 9,26% menilai bermanfaat, 7,28% biasa saja, dan 2,09% mengaku tidak perduli.
Tercatat pula, 51,87% menyatakan, iklan tarif operator tidak sesuai dengan kenyataan yang diterima konsumen seperti kualitas layanan, dan harga yang diberikan, 27,52% menyebutkan sesuai, 12,15% tidak tahu, dan 8,46% tidak perduli.
Sebanyak 50,7% responden juga berpendapat bahwa kualitas jaringan dan layanan operator saat ini sama saja atau tidak ada perubahan. Sebanyak 29,11% menyatakan lebih baik dari sebelumnya, 19% lebih buruk dan 1,14% menyatakan tidak tahu.
Dari sisi kemasan dan penyajian iklan tarif operator, sebanyak 34,75% menyatakan iklan XL paling menarik. Diikuti berturut iklan Telkomsel 26,04%, Indosat 11,28%, Bakrie Telecom 8,86%, Three 6,49%, TelkomFlexi 6,17%.
Mas Wigrantoro menengarai, operator dalam beriklan hanya semata mengejar tambahan pelanggan baru, tanpa memikirkan edukasi positif bagi konsumen.
"Operator harus menciptakan iklan yang lebih kreatif tanpa menonjolkan unsur tarif," kata Mas Wigrantoro.
General Manager Public Relation XL Febriati Nadira, mengatakan, tren iklan operator saat ini sedang memasuki tahap promosi tarif.
Ia menjelaskan, promosi disesuaikan dengan empat tahapan pengembangan pasar XL yaitu, pertama, 'coverage' atau penggelaran infratruktur jaringan, kedua, tarif, ketiga kualitas layanan (quality of services/QoS), dan ke empat jasa layanan nilai tambah (VAS).
"Sepertinya, pola seperti ini juga diterapkan oleh operator lainnya," katanya.
Namun yang pasti ujar Nadira, bahwa XL telah menjadi operator pertama yang berani menurunkan tarif, saat iklan Rp1 per detik ke sesama operator (on net) dan Rp10 per detik ke seluruh operator (off net).
"Kita memelopori penurunan tarif, yang kemudian diikuti operator lainnya. Tentu, kita juga punya strategi membuat iklan tanpa menyebutkan tarif pungut kepada pelanggan," katanya.
Ia mengakui, sejak tarif Rp1 per detik diluncurkan pada tahun 2007, jumlah pelanggan XL melonjak dan mencapai sekitar 15,5 juta pada akhir Desember 2007. (Ant/OL-03)
Dikutip dari www.media-indonesia.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar