Oleh Romi Febriyanto Saputro
Menunggu merupakan pekerjaan yang membosankan dan melelahkan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, mengartikan menunggu dengan tinggal beberapa saat di suatu tempat sambil menunggu sesuatu akan terjadi (datang). Menunggu juga diartikan dengan menantikan sesuatu yang mesti datang.
Ruang tunggu merupakan sebuah ruang publik yang sepi dari aktivitas yang bermanfaat dan produktif. Duduk diam, “ngobrol”, “ngerumpi” dan menonton televisi merupakan aktivitas yang biasa terjadi di ruang tunggu. Dalam ruang tunggu seolah-olah fungsi otak dihentikan.
Perlu sebuah upaya untuk memberdayakan ruang tunggu. Kehadiran pojok baca di ruang tunggu merupakan salah satu solusi untuk memberdayakan ruang tunggu. Ruang tunggu sesungguhnya bukan lahan yang kering aktivitas melainkan sebuah lahan subur untuk menumbuhkan budaya membaca.
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, menyebutkan bahwa pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu (pasal 48 ayat 4).
Menurut penjelasan undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan tempat umum adalah kantor, ruang tunggu, terminal, bandara, rumah sakit, pasar, mall dan lain-lain.
Semangat dari undang-undang ini cukup bagus, yakni berusaha untuk mewarnai ruang publik dengan dunia membaca. Saat ini fasilitas umum di Kota Semarang cenderung di dominasi oleh budaya lisan dan budaya tonton.
Para pengelola fasilitas umum lebih suka meletakkan kotak ajaib (baca televisi) di ruang tunggu. Dengan kotak ajaib di ruang publik ini, secara tidak langsung pihak pengelola fasilitas umum telah mendidik masyarakat untuk gemar “bertelevisi ria”.
Terbitnya undang-undang perpustakaan ini, seharusnya membuat para pengelola fasilitas publik terbuka hatinya untuk turut membudayakan membaca dengan menyediakan pojok baca di ruang tunggu stasiun, terminal, rumah sakit, unit pelayanan terpadu, layanan pajak kendaraan bermotor, layanan SIM dan layanan publik lainnya.
Pojok baca di ruang tunggu diharapkan dapat mengeliminasi rasa bosan ini dengan memberikan bacaan yang rekreatif dan menghibur. Novel, majalah, tabloid, dan koran dapat menjadi menu baca untuk melipat waktu tunggu yang relatif lama menjadi “lebih cepat” dengan aktivitas membaca.
Kehadiran pojok baca di ruang tunggu diharapkan dapat menjadi salah satu daya ungkit untuk mengubah budaya lisan menjadi budaya baca. Semoga !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar