Oleh Romi Febriyanto Saputro
Artikel ini telah dimuat Harian Suara Merdeka, 3 November 2003
Tanpa terasa bulan Ramadhan 1424 telah tiba. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat diistimewakan Allah SWT melebihi bulan-bulan yang lain, karena pada bulan itu merupakan bulan Allah yang membawa berkah, rahmat dan maghfirah. Hari-harinya adalah hari yang paling utama, malam-malam di bulan Ramadhan adalah malam yang paling utama dan jam demi jamnya adalah waktu yang paling utama.
Bulan Ramadhan merupakan bulan evaluasi bagi semua hamba Allah yang sadar akan kedudukannya sebagai hamba Allah setelah bulan-bulan sebelumnya tenggelam dalam hiruk pikuk arus materialisme duniawi. Tenggelam dalam arus materialisme dunia merupakan penyakit utama umat Islam yang mengantarkannya pada keterpurukan peradaban bagaikan buih di tengah lautan. Umat Islam seakan-akan merasa asing dengan nilai-nilai agamanya sendiri. Kini saatnya bagi umat Islam untuk memanfaatkan bulan Ramadhan ini dengan memperdalam kembali ilmu pengetahuan tentang agamanya yang pernah mengantarkannya ke puncak peradaban.
Salah satu titik lemah umat Islam dewasa ini adalah lemahnya tradisi keilmuan sebagaimana disinyalir oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Titik Lemah Umat Islam”. Dalam buku itu beliau menulis “pada dasarnya kemampuan akal kita juga tidak berfungsi, karena kita cuma cenderung mentaklid dan tidak pernah berijtihad. Kita hanya mengikuti dan tidak pernah memelopori. Kita hanya menukil dan tidak pernah berkreasi. Kita hanya menghafal dan tidak pernah berpikir, yakni kita hanya menggunakan pemikiran orang lain dan tidak pernah berpikir sendiri. Baik itu pemikiran para ulama salaf kita yang terdahulu ataupun pemikiran orang-orang selain non muslim pada zaman modern ini “
Ilmu merupakan sarana untuk mengenal dan menebalkan iman kepada Allah, karena Allah adalah sumber dari segala sumber ilmu. Allah berfirman “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pene dan laut menjadi tinta, ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sedudah (keringnya), niscaya tidak akan habisnya (dituliskan) kalimat Allah (ilmu dan hikmatNya). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS Luqman (31), 27). Dalam proses transfer ilmu kepada manusia, Allah memberikan dua jalan, pertama, jalan yang sifatnya formal memberikan kepada manusia melalui RasulNya dalam bentuk wahyu yang lebih dikenal dengan ayat-ayat qauliyyah (Al Quran).
Kedua, jalan yang tidak formal, diberikan Allah kepada manusia secara tidak langsung dalam arti, Allah memberikan kepada manusia potensi hidayah, sehingga mampu untuk melakukan tadabur,perenungan, riset dan penelitian terhadap alam semesta yang merupakan hasil ciptaanNya. Hal ini lebih dikenal dengan ayat-ayat kauniyyah. Ilmu Allah yang terkandung dalam ayat kauniyyah ini disebut sunatullah, yang teramat banyak dibanding kemampuan manusia untuk mengungkapnya.
Hasil perumusan manusia tentang alam semesta itulah yang dikenal dengan istilah ilmu /hukum alam yang dilandasi dengan teori-teori tertentu. Oleh karena itu Islam memandang bahwa kedua macam ilmu tersebut berasal dari satu sumber yaitu Allah SWT sehingga dia tidak mungkin bertentangan satu dengan yang lain.
Banyak isyarat-isyarat dalam ayat qauliyyah yang memberikan petunjuk kepada manusia untuk memahami ayat kauniyyah, yang tanpa itu manusia akan mengalami banyak kesulitan dalam menemukannya karena keterbatasan akal, kesempatan dan umur manusia dibanding kebutuhan waktu untuk mengamatinya. Misalnya, tentang kejadian alam semesta, Allah berfirman dalam surat Al-Anbiya ayat 30, “Dan apakah orang-orang kafir tidak tahu bahwa langit dan bumu itu dulu merupakan suatu yang padu, kemudian kami pisahkan mereka itu”.
Fakta sejarah telah menunjukkan hal ini. Ditandai dengan dominasi ilmuwan Islam Tahun 700 – 1400 M dijaman kejayaan Islam, dengan banyaknya penemuan-penemuan dibidang sains dan teknologi oleh ilmuwan-ilmuwan muslim yang merupakan landasan bagi ilmu pengetahuan modern sekarang ini. Misalnya, Alhazen pakar fisika, optika dan matematika , Jabir Ibn Haiyan Bapak Kimia, Muhammad Ibnu Musa Al Khwarizm penemu Algoritma dan Ibnu Sina ahli kedokteran.
Kebudayaan Islam merupakan nilai awal budaya dalam sejarah buku, sehingga boleh dikatakan bahwa awal sejarah kebudayaan di dunia adalah kebudayaan Islam terbukti dengan adanya perpustakaan terbesar di Eropa pada masa kejayaan St. Gall abad ke-9. Perpustakaan ini mengeluarkan 36 edisi koleksinya dan pada waktu yang sama, perpustakaan Cordova mempunyai koleksi sebanyak 500.000 judul buku (Manda Mila-Triningsih, 2003).
Buku bukanlah sekedar kertas tetapi buku dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan seperti yang ada di Spanyol Islam. Islam memiliki toleransi terhadap ajaran agama lain namun Islam juga memiliki aturan-aturan untuk hal tersebut misalnya, mendukung terciptanya pertukaran gagasan antar agama.
Sekarang diperkirakan terdapat 250.000 naskah arab di perpustakaan negara Barat dan Timur, termasuk diantaranya menjadi koleksi pribadi. Kemudian pada abad ke-9, dari seluruh perpustakaan pribadi yang ada terkumpul sebanyak 500.000 judul buku . Jutaan buku literature telah musnah, tetapi buku yang dapat dipertahankan dan dikoleksi, hanya hasil temuan para ilmuwan dan kaum pemikir yang mengubah sejarah. Kenyataannya sekarang hanya ada sebagian kecil karya ilmuwan Islam yang dapat dipelajari, padahal para ilmuwan Islam membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum menciptakan gagasan yang paling tepat.
Munculnya semangat untuk belajar karena adanya pengenalan kertas dari Cina pada tahun 751 M. Gagasan tersebut sangat menarik untuk ditulis karena dunia belum mengetahuinya. Buku menjadi lebih tersedia daripada sebelumnya meskipun dalam bahasa Romawi, dan biasanya lebih murah daripada yang berbahasa Inggris karena ditulis dengan kertas yang mahal. Perbedaan budaya Barat dan Timur pada jaman pertengahan dapat dianggap sebagai bukti bahwa negara Arab pada masa itu sudah mempunyai kertas sedangkan negara Barat Latin belum memiliki.
Dalam menciptakan suatu ilmu pengetahuan dan budaya intelektual dibutuhkan buku yang lebih dari sekedar kertas, seperti negara Spanyol Islam (Cordova ), yang terbuka untuk kaum Islam, Yahudi dan Kristen. Sehingga pada masa itu tidak mengherankan jika seorang pemuda non muslim lebih suka belajar bahasa Arab daripada belajar bahasa Latin. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Arab pada masa itu telah menjadi bahasa internasional dalam keilmuan sebagaimana bahasa Inggris saat ini.
Belajarlah dari sejarah
Sejarah adalah guru yang terbaik, begitu kata pepatah. Maka dari itu umat Islam sekarang ini, khususnya dari generasi mudanya handaklah suka untuk menuntut dan mempelajari ilmu. Tumbuhkan kecintaan kepada ilmu pengetahuan karena untuk mencapai kesuksesan dunia harus dengan ilmu, begitu pula untuk meraih bahagia akhirat harus pula dengan ilmu. Pendek kata ilmu adalah kunci sukses tinggi rendahnya suatu peradaban. Peradaban yang tinggi hanya bisa dicapai dengan tradisi keilmuan yang tinggi. Sebaliknya ketika peradaban suatu bangsa tidak didominasi oleh tradisi keilmuan yang tinggi, melainkan didominasi oleh tradisi hidup materialisme dan hedonisme, maka peradaban bangsa itu akan jatuh pada titik terendah.
Buku adalah jendela ilmu pengetahuan. Mulailah tradisi keilmuan kita dengan mencintai dan memberdayakan buku. Di negara maju, seperti Jepang, Kanada, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman, warga masyarakatnya rata-rata membaca buku 5 – 7 judul buku setiap bulan. Karena itu masyarakat di negara maju berada dalam kondisi well informed sesuai dengan profesi dan kapasitasnya masing-masing.
Kondisi itu akhirnya mempermudah pemerintah mereka melakukan berbagai inovasi sosial. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat terus menerus selalu meningkatkan kualitas hidupnya. Pendek kata, buku merupakan sumber belajar paling vital dalam menumbuhkan budaya masyarakat untuk selalu tetap belajar sepanjang hayat (life long education).
Hampir 60 % dari ilmu pengetahuan manusia diperoleh melalui jasa baik mata. Hal ini berarti buku memiliki peran penting bagi siapa pun yang ingin belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Karena itu, buku dapat digunakan sebagai bahan acuan yang penting bagi proses terbentuknya ilmu pengetahuan setiap orang. Bahkan buku dapat difungsikan sebagai guru dan pendidik yang setia dan tidak pernah marah bagi siapa saja yang dapat berkomunikasi secara visual dan fungsional dengannya.
Berbagai informasi dan ilmu pengetahuan dapat terdokumentasi dalam bentuk buku secara relatif permanen. Dengan demikian manusia dapat belajar darinya kapan saja dan di mana saja secara berulang-ulang sesuai dengan tingkat kecepatan dan daya serapnya. Hanya saja sekarang ini harga buku relatif mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Karena itu umat Islam hendaklah suka untuk memanfaatkan jasa penyedia buku yang murah meriah yaitu perpustakaan.
Perpustakaan merupakan layanan publik yang berkeadilan, dalam arti tidak ada perbedaan bagi mereka yang berasal dari lapisan masyarakat atas dan yang berasal dari lapisan masyarakat bawah untuk mendapatkan akses informasi dan pengetahuan melalui layanan peminjaman buku. Hal ini penting untuk ditegaskan karena perbedaan dalam memperoleh akses informasi dan pengetahuan akan membawa dampak yang merugikan bagi mereka yang sulit mengakses informasi karena keterbatasan kondisi sosial-ekonominnya.
Dengan memanfaatkan perpustakaan secara optimal, maka ilmu pengetahuan umat Islam akan meningkat sehingga kualitas hidupnya pun juga akan meningkat. Meningkatnya kualitas hidup umat Islam berarti meningkatnya kualitas hidup bangsa Indonesia, karena umat Islam merupakan komponen terbesar dari bangsa ini. Oleh karena itu alangkah baiknya jika dalam bulan suci Ramadhan 1424 ini disamping memakmurkan masjid, umat Islam juga mau untuk memakmurkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu pengetahuan. Jika selama ini kita sering mendengar ada acara ramadhan di kampus, maka alangkah baiknya juga jika kita wujudkan acara ramadhan di perpustakaan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar